Rabu, 24 Januari 2018

maksud bacaan imalah,saktah,isymam,tashil,dan naql

saktah

BACAAN IMALAH, SAKTAH, ISYMAM, TASHIL,DAN NAQL




di bab ini menjelaskan tentang bacaan imalah,saktah,tashil,dan naql.

A. Bacaan Imalah

Imalah ( الْإِِمَالَةُ ) dalam arti bahasa berarti condong atau miring. Sedangkan menurut istilah adalah mencondongkan bacaan harakat fathah pada harakat kasrah sekitar dua pertiganya
.

Dalam Mushaf Utsmani yang digunakan oleh umat Islam Indonesia, bacaan imalah ini ditandai dengan tulisan (إِمَالَةٌ ) kecil diatas lafadh yang dibaca imalah.
Bacaan imalah dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Imalah Shughra ( 
الْإِِمَالَةُ الصُّغْرٰى )
2. Imalah Kubra ( 
الْإِِمَالَةُ الكُبْرٰى )

Imalah Shughra adalah setelah bacaan imalah tersebut masih diwashalkan pada lafadh lain, sehingga tidak berhenti disitu saja. Menurut Imam Hafash, bacaan imalah hanya pada QS. Huud ayat 41, selainnya tidak ada. Karenanya beliau hanya menyatakan satu imalah dalam al-Qur’an sehingga tidak ada pembagian imalah. Ayat yang dimaksud adalah :

وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرٰ امالة ىهَا وَمُرْسَاهَا

Pada lafad مَجْرٰ ىهَا maka cara membacanya Majreha.

Imalah Kubra adalah setelah bacaan imalah tersebut diwakafkan sehingga berhenti disitu saja. Kriteria imalah kubra adalah semua lafadh dalam al-Qur’an yang akhirannya terdapat Alif Maqsurah (alif bengkong). Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Warasy misalnya pada lafadh:

اَحْوٰى   Dibaca Ahwe,         وَاتَّقٰى Dibaca Wattaqe
اِسْتَغْنٰى Dibaca Istaghne,    فَتَرْضٰى Dibaca Fatardhe

Namun terdapat pengecualian yaitu khusus bagi nama manusia yang akhirannya terdapat alif maqsurah, tetap dibaca apa adanya tidak boleh dibaca imalah. Misalnya:

عِيْسٰى , مُوْسٰى , يَحْيٰى , مُصْطَفٰى

 
B. Bacaan Saktah

Saktah
سَكْتَةٌ mempunyai akar kata سَكَتَ yang artinya diam atau berhenti. Sedangkan dalam arti istilah adalah berhenti sejenak tanpa nafas sekitar satu alif lamanya.
Bacaan saktah dalam Mushaf Ustmani yang berlaku diberi tanda سَكْتَةٌ kecil diantara dua lafadh yang dibaca saktah. Namun untuk mushaf lain barangkali dijumpai tanda saktah dengan huruf س kecil di antara dua lafadh yang dibaca saktah.

Menurut Imam Hafash, bacaan saktah dalam al-Qur’an yang berlaku hanya ada 4 tempat. Meskipun nantinya pada tempat lain terdapat tanda saktah, namun tanda itu tidak berfungsi sebagai petunjuk bacaan saktah. Karenanya pembaca harus hati-hati dalam memutuskan bacaannya.
Adapun tempat yang diperbolehkan menggunakan saktah adalah sebagai berikut :

1. QS. Al-Kahfi ayat 2 :     
عِوَاجًا سكتة قَيِّمًا
2. QS. Yaa Siin :ayat 52 :   
مَرْقَادِنَا سكتة هٰذَا
3. QS. Al Qiyamah ayat 27 :    مَنْ سكتة رَاقٍ

4. QS. Al-Muthaffifin ayat 14 : 
بَلْ سكتة رَانَ
Sedangkan lafadh yang tidak diperbolehkan menggunakan saktah. Walaupun terdapat tanda saktah, adalah sebagai berikut :

1. QS. Al-A’rf ayat 23:      رَبَّنَا ظَلَمْنَا سكتة اَنْفُسَنَا

2. QS. Al-A’raf ayat 184:   
اَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوْا سكتة مَابِصَاحِبِهِمْ
3. QS. Yusuf ayat 29:       
عَنْ هٰذَا سكتة وَاسْتَغْفِرِى
4. QS. Al-Qashash ayat 23:
يَصْدِرَالرِّعَاءُ سكتة وَاَبُوْنَا
C. Bacaan Isymam

Isymam (
الْإِِشْمَامُ ) dalam arti bahasa berarti monyong atau mecucu. Sedangkan dalam arti istilah ulama’ Qurra’ adalah mengkombinasikan harakah fathah dengan harakat dhammah disertai monyong bibirnya.
Bacaan isymam dalam al-Qur’an ditandai dengan tulisan إِشْمَامُ kecil yang berada di atas lafadh yang dibaca isymam.

Menurut Imam Hafash bacaan isymam hanya berlaku disatu tempat, yaitu QS. Yusuf  ayat 11:
                  اشمام

قَالُوْا يَٓااَبَانَامَالَكَ لَاتَأْمَنَّــــــاعَلٰى يُوْسُفَ وَاِنَّا لَهٗ لَنَاصِحُوْنَ

Pada lafadh تَأْمَنَّـا cara membacanya adalah sebagai berikut :

1. Nun tasydid diuraikan sehingga menjadi dua nun: yang satu mati (sukun) sedang yang lain hidup (fathah). Misalnya lafadh :
لَاتَأْمَنْنَا

2. Nun mati pertama sebagai tempat bacaan isymam, sehingga melafadkan nun itu (لَاتَأْمَنْ) , kedua bibir dimonyongkan ke depan sebagaimana melafadkan huruf nun (melalui asmaul huruf).

3. Menarik bibir yang monyong tersebut sambil mengucapkan nun kedua, sehingga lengkap menjadi : لَاتَأْمَنْنَا

E. Bacaan Tashil

Tas-hil ( تَسْهِيْلٌ ) mempunyai akar kata سَهُلَ yang artinya mudah. Adapun yang dimaksud bacaan tashil menurut ulama Qurra’ adalah upaya memindahkan bacaan ayat-ayat al-Quran dengan cara memindahkan harakat atau membuang huruf tertentu. Tujuannya adalah agar lafadh tersebut tidak sukar diucapkan.
Contoh pada QS. Fushilat ayat 144:

وَلَوْجَعَلْنَاهُ قُرْاٰنًا اَعْجَمِيًّا لَقَالُوْالَوْلاَفُصِّلَتْ اٰيٰتُهُ ءَاَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ
Letak Tashil pada lafadh ءَاَعْجَمِيٌّ , karena membaca pada dua hamzah itu sulit, maka hamzah yang satu dibaca tashil dengan hamzah yang kedua, sehingga kedua hamzah itu cukup dibaca satu saja dengan memanjangkannya (dibaca mad). Jadilah cara membacanya menjadi : اٰعْجَمِيٌّ
Menurut imam Hafash lafadh: ءَاَعْجَمِيّ dapat dibaca dua versi. Pertama, dibaca sebagaimana di atas, sedangkan yang kedua boleh dibaca dengan alif yang kedua agak condong pada huruf ha’ walaupun tidak terlalu ditampakkan huruf ha’nya, yakni : ءَهْعْجَمِيٌّ
E. Bacaan Naql

Naql (
النَّقْلُ ) berasal dari akar kata ( نَقَلَ ) yang artinya memindah. Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’ adalah memindahkan harakat huruf yang hidup pada huruf yang mati sesudahnya.
Tujuan Naql dalam membaca al-Qur’an adalah untuk mempermudah bacaannya. Karena dengan adanya bacaan naql ini, seorang pembaca mudah melafadkan kalimat tertentu dan tanpa mengalami kesulitan karena harakat hurufnya.
Contoh :
1. Dalam QS. Al-Hujarat ayat 11 tertulis:

بِئْسَ اْلاِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ اْلاِيْمَانِ

Lafadh بِئْسَ اْلاِسْمُ selanjutnya dibaca naql dengan بِئْسَ لِسْمُ yakni memindahkan harakat alif (kasrah) pada huruf lam yang mati.

2. Dapat pula berlaku di akhir lafadh dengan syarat lafadh itu harus diwakafkan (berhenti), sebab jika diwashalkan maka tidak dapat dibaca naql. Contoh:
QS. Aali Imran, ayat 18:
اَنَّهُ لَٓااِلٰهَ اِلَّاهُوَوَاْلمَلَٓائِكَةُ وَاُولُواْالعِلْمِ قَائِمًا بِاْلقِسْطِ

Letak Naql adalah pada lafadh بِاْلقِسْطِ jika diwakafkan maka boleh dibaca naql dengan بِاْلقِسِطْ memindah harakat kasrah huruf tha pada sin yang disukun.

QS. Al-‘Arof ayat158:

لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَاْلاَرْضِۚ لَآاِلٰهَ اِلَّاهُوَ يُحْيٖى وَيُمِيْتُ

Letak Naql adalah lafadh الاَرْضِ jika diwakafkan, maka boleh dibaca naql dengan الاَرِضْ yaitu memindah harakat kasrah huruf dhad pada huruf ra’ yang mati.
Walaupun demikian, tidak semua lafadh boleh dibaca naql bila diwakafkan, yaitu lafadh yang huruf sebelum akhir berupa huruf mad atau huruf lien misalnya:

QS. Al-‘Araf ayat 158
وَيُمِيْتُ tidak boleh dibaca وَيُمِيُتْ
QS. Al-‘Araf ayat 85
شُعَيْبًا tidak boleh dibaca شُعَيَبْـا
QS. Bani Israil ayat 61
اِلَّااِبْلِيْسَ tidak boleh dibaca ْاِلَّااِبْلِيِس






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments